Besarnya Air Fuel Ratio (AFR) selalu dijaga sesuai dengan kondisi kerja dari mesin. Air Fuel Ratio (AFR) dipengaruhi oleh banyaknya udara yang masuk ke dalam ruang bakar dan banyaknya jumlah materi bakar yang diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Jumlah udara yang masuk ini dikontrol oleh throttle valve, dan banyaknya jumlah dari udara yang masuk diukur oleh air flow sensor (untuk L-EFI) atau MAP sensor (untuk D-EFI). Namun, banyaknya jumlah penginjeksian materi bakar dipengaruhi oleh tekanan bakan bakarnya, besar dari lubang injektornya dan usang pembukaan injektornya. Tekanan materi bakar dijaga biar tekanannya selalu tetap dan stabil, begitu juga dengan ukuran dari lubang injektornya dibentuk tetap. Namun, lain halnya untuk lamanya atau durasi dari pembukaan injektornya, lamanya pembukaan injektor diatur oleh ECU untuk menjaga dan memilih perubahan Air Fuel Ratio (AFR) pada ketika dibutuhkan.
Secara umum, terdapat beberapa kondisi dari kerja mesin yang menghipnotis AFR dan durasi injeksi materi bakar. Kondisi tersebut antara lain ketika starting, ketika warming up, ketika open-loop kontrol, ketika close-loop kontrol, ketika akselerasi, ketika beban tinggi, ketika deselerasi dan ketika putaran idle.
1. Pada ketika kondisi Starting
Saat kondisi starting ini merupakan kondisi dimana diharapkan gabungan materi bakar dan udara yang lebih kaya, yaitu dengan AFR berkisar 2:1 hingga 12:1 tergantung pada temperatur engine atau mesin. Apabila temperatur engine atau mesin masih rendah, maka permukaan materi bakar terjadi droplet (tetesen materi bakar/ partikel materi bakar besar) sehingga akan mengakibatkan materi bakar akan sulit terbakar. Oleh alasannya yaitu itu, diharapkan gabungan materi bakar dan udara yang lebih kaya. Dalam kondisi ini, sistem kontrol yang diaktifkan yaitu pada mode warm-up mode.
2. Kondisi Warm-up
Kondisi warm-up yaitu kondisi dimana engine membutuhkan perbandingan materi bakar dan udara (AFR) yang kaya atau gemuk guna menjamin putaran yang engine halus dan untuk mempercepat proses pemanasan pada engine. Dalam kondisi warm up ini, perbandingan materi bakar dan udara (AFR) diatur dengan menambah lamanya atau durasi penginjeksian, sehingga pembukaan injektor sanggup lebih lama. Durasi injeksi diadaptasi terhadap perubahan pada temperatur mesin. Inputan dari oksigen sensor belum diolah oleh ECU, alasannya yaitu konsumsi materi bakar dan emisi gas buang pada ketika ini bukan menjadi pokok.
3. Kondisi Open Loop Control
Kondisi open loop control bekerja selama proses pemanasan engine atau ketika terjadi kegagalan pada sensor oksigen. Pengontrolan open loop ini memanfaatkan input dari beberapa sensor yang ada pada engine untuk menjamin durasi penginjeksian yang memungkinkan gabungan materi bakar dan udara yang stoichiometri (campuran ideal), gabungan materi bakar dan udara tetap ekonomis, serta emisi gas buang yang dihasilkan tetap rendah tanpa adanya koreksi hasil pembakaran. Pengontrolan open loop ini belum memanfaatkan masukan dari oksigen sensor sebagai pengkoreksian pembakaran alasannya yaitu kerja oksigen sensor belum optimal dan dalam kondisi temperatur engine yang masih rendah.
4. Kondisi Close Loop Control
Kondisi close loop control bekerja sesudah temperatur dari engine sudah mencapai temperatur kerja dan oksigen sensor ini sudah bekerja. Kondisi ini memanfaatkan oksigen sensor sebagai korektor terhadap proses pembakaran untuk memilih apakah gabungan yang disediakan terlalu kurus atau terlalu gemuk, sehingga gabungan akan dipertahankan dan dijaga dalam kondisi gabungan yang stoichiometri atau gabungan ideal, dalam kondisi kecepatan rendah, menengah, tingi, maupun pada ketika beban mesin yang berubah-ubah.
5. Acceleration Enrichment
Dalam kondisi akselerasi ini, diharapkan gabungan materi bakar dan udara yang gemuk atau kaya, sehingga torsi engine sanggup naik ketika beban berat. Pada kondisi akselerasi ini mengabaikan konsumsi materi bakar dan emisi gas buangnya, alasannya yaitu pada kondisi ini hanya dilakukan dengan waktu singkat. Perbandingan materi bakar dan udara (AFR) pada kondisi ini sekitar 12:1. Kondisi pembebanan engine ditentukan oleh ECU menurut sinyal inputan dari sensor TPS ketika berada pada posisi membuka penuh atau lebar, sehingga ECU akan menambah durasi penginjeksian dan suplai dari materi bakar.
6. Deceleration Leaning
Kondisi deselerasi merupakan kondisi dimana putaran engine dari tinggi ke rendah yang terjadi secara tiba-tiba. Perbandingan materi bakar dan udara (AFR) harus dibentuk kurus atau miskin untuk mengurangi atau meminimalisir gas buang yang berupa HC dan CO. Pada ketika deselerasi ini, ECU akan mengurangi suplai materi bakar dengan cara mempercepat durasi penginjeksiannya. Kondisi deselerasi ini dideteksi oleh sensor TPS dari penutupan throttle valve yang dilakukan secara tiba-tiba dan dideteksi dari sinyal kecepatan kendaraan. Selain pengurangan jumlah materi bakar yang disuplai ke engine, apabila dilakukan deselerasi yang mendadak, terjadi pula proses penghentian suplai materi bakar (fuel cut off) ke dalam engine.
7. Idle Speed Control
Kondisi putaran idle atau stasioner harus dijaga biar mesin tetap bekerja atau berputar pada ketika putaran yang rendah meskipun diberikan beban perhiasan menyerupai beban dari pendingin AC dan beban dari komponen kelistrikan lainnya. Dalam kondisi idle atau stasioner, kondisi dari katup throttle menutup penuh, sehingga udara akan dilewatkan melalui terusan selain throttle valve, yaitu melalui throttle bypass valve.
8. Battery Voltage Correction
Pendeteksian sinyal tegangan baterai juga dipakai oleh ECU untuk mengantisipasi perubahan-perubahan tegangan yang terjadi pada baterai terutama pada ketika baterai tersebut lemah atau drop. Saat baterai menjadi lemah, maka kinerja dari injektor dan pompa materi bakarnya juga akan menurun. Akibatnya materi bakar yang diinjeksikan akan berkurang. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka ketika tegangan baterai menjadi lemah, ECU akan memerintahkan penambahan durasi penginjeksian akan suplai materi bakar tidak kurang.
0 Response to "Kontrol Durasi Injeksi Dan Mode Pengontrolan Pada Ecu"